Selasa, 24 Maret 2015

Pulau Peucang yang Menggoda


KOMPAS/DWI BAYU RADIUS Sejumlah wisatawan menikmati keindahan pemandangan di Pulau Peucang, Kabupaten Pandeglang, Banten, awal Mei. Pantai di Pulau Peucang yang berpasir putih menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin berenang di air laut yang jernih. Pulau itu juga menjadi habitat berbagai satwa, seperti rusa, biawak, merak, monyet, dan babi hutan. Peucang termasuk dalam Taman Nasional Ujung Kulon.

SETELAH sekitar tiga jam perjalanan dengan kapal, dermaga Pulau Peucang akhirnya terlihat. Sekelompok rusa menyambut kedatangan kami. Pantai berpasir putih halus sangat menggoda kami untuk menceburkan diri. Di air jernih sebening kaca, segerombolan ikan berenang.

Pesona Pulau Peucang di Kabupaten Pandeglang, Banten, sungguh memukau. Di salah satu pulau di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ini, satwa-satwa liar hidup bebas tanpa diganggu. Selain rusa, gerombolan monyet, merak, dan biawak juga bebas berlalu lalang. Hewan-hewan lain yang hidup di Pulau Peucang antara lain burung hantu, rangkong, elang, dan piton.

Di sudut lain, beberapa babi hutan bermalas-malasan. Rombongan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dan sejumlah jurnalis yang berkunjung ke Peucang awal Mei lalu tak mereka hiraukan. Namun, seekor babi tanpa malu-malu menghampiri seorang wisatawan dan mengendus-endus tangan wisatawan itu.

Sepertinya hewan itu berharap diberi makanan. Ia seolah-olah mengiba melalui tatapan mata dan anggukan kepalanya. Mulyadi Sopian (27), pemandu wisata, menyodorkan sepotong semangka yang ditusukkan pada ujung kayu. Babi itu langsung menyantap potongan semangka dengan lahap.

Beberapa wisatawan tersenyum-senyum melihat ulah si babi. Polah monyet-monyet liar juga kerap mengundang tawa meskipun mereka tetap harus diwaspadai. Seekor monyet, misalnya, hendak membuka paksa tas seorang wisatawan. Untunglah aksi monyet tersebut cepat diketahui. Si empunya tas spontan menghalau monyet yang malah menggeram-geram sehingga membuat pengunjung lain terpingkal-pingkal.

Di Peucang, wisatawan harus berhati-hati, terutama dengan monyet. Beberapa monyet masuk penginapan dan mengacak-acak kamar. Padahal, pintu sudah ditutup rapat.

Monyet-monyet Pulau Peucang rupanya sudah pintar menekan gagang pintu yang tak terkunci. Mereka mengamati tamu-tamu yang membuka pintu. Selepas monyet-monyet berulah dan pergi, yang tampak hanya tas-tas yang sudah dibongkar. Semua makanan telah hilang.

”Pernah ada tas yang dibawa monyet ke pohon. Namun, tak perlu terlalu khawatir. Monyet hanya peduli dengan makanan. Kalau tidak ada, tas pasti dibuangnya,” ujar Mulyadi.

Selain keanekaragaman satwa, keindahan pantai sudah pasti dimiliki Pulau Peucang. Berenang di pantai yang bening hingga puas sangatlah mengasyikkan. Bersihnya laut tanpa sampah dan polusi sudah terhampar sejak perjalanan dimulai dari Desa Sumberjaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang.

Selepas perahu membuang sauh, tampak pulau-pulau seperti Handeuleum, Umang, dan Panaitan. Buai gelombang laut menggoyang kapal bagai ayunan ditemani angin yang berembus sepoi-sepoi.

Hampir sepanjang perjalanan terlihat bagan-bagan nelayan yang menghiasi laut. Pada malam hari, bagan memancarkan cahaya puluhan neon dari generator untuk menarik ikan-ikan. Sementara di Pulau Peucang, suara satwa-satwa nokturnal (satwa malam) terdengar bersahut-sahutan.

Penanggung jawab Rhino Monitoring Unit dan Rhino Health Unit Balai TNUK, Muhiban, menuturkan, Pulau Peucang yang memiliki luas sekitar 500 hektar dikembangkan untuk wisata alam. Di TNUK, Peucang adalah pulau yang paling ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

Pulau Peucang memiliki banyak tempat yang dapat didatangi. Karang Copong di sebelah utara pulau, misalnya, bisa dikunjungi dengan melintasi jalur dari penginapan sejauh lebih kurang 3 kilometer. Lama perjalanan melewati hutan dengan berjalan kaki sekitar 50 menit.

Karang itu dinamakan Copong karena tengahnya bolong atau copong. Di karang Copong, wisatawan bisa melihat panorama matahari terbenam yang indah. Lokasi menarik lain adalah padang rumput Cidaon yang harus dicapai dengan naik kapal sekitar 20 menit.

Cidaon terletak di kawasan utama TNUK atau sekitar 2 kilometer dari Pulau Peucang. Di Cidaon, wisatawan bisa melihat kawanan banteng yang tengah merumput. Mereka biasanya berkumpul di Cidaon pada pukul 06.00-08.00 dan 17.00-18.00. Sesekali, burung merak juga muncul di Cidaon.

Tujuan wisata lain yang layak dikunjungi adalah Citerjun. Perjalanan ke tempat air terjun dengan batuan yang tersusun seperti teras itu menggunakan kapal sejauh sekitar 1 kilometer selama 15 menit. Di sini, wisatawan juga bisa menyelam untuk melihat terumbu karang. Terumbu karang yang indah juga dapat ditemukan di Cihandarusa, sekitar 2 kilometer dari Pulau Peucang atau 20 menit menumpang kapal.

Wisata ke Pulau Peucang sebaiknya dilakukan beramai-ramai. Mulyadi mengatakan, tarif perahu dari Desa Sumberjaya ke Peucang sebesar Rp 3,5 juta untuk dua hari. Perahu dapat mengangkut sekitar 30 orang.

Di Pulau Peucang terdapat penginapan yang bisa menampung hingga 60 orang. Wisatawan juga bisa menginap di kapal jika penginapan tidak mencukupi. Tarif penginapan berkisar Rp 450.000-Rp 720.000. Restoran pun tersedia.

Jarak dari Jakarta ke Desa Sumberjaya sekitar 200 kilometer dengan waktu tempuh melalui jalur darat sekitar enam jam. Jika ditempuh dari ibu kota Banten, yakni Serang, wisatawan bisa tiba di desa itu dalam waktu sekitar empat jam setelah menempuh jarak 100 kilometer menggunakan mobil.

0 komentar:

Posting Komentar